Pages

Subscribe:

Labels

Sabtu, 30 Maret 2013

EVALUASI PENDIDIKAN DALAM AL QURAN


Pada dasarnya dilihat dari fungsi dan tujuannya, dapat dikatakan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tarap kesiapan, untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dari suatu pekerjaan, untuk mengadakan seleksi, dan untuk pengelompokan.[1]
Jika demikian adanya, merupakan suatu hal yang niscaya jika dalam Alquran terdapat petunjuk yang berkaitan dengan prinsip evaluasi, yang menuntut dikaji dengan harapan melahirkan rumusan prinsip dasar evaluasi yang berwawasan Qurani. Berkaitan dengan hal ini paling tidak akan ditemukan empat term yang bisa disepadankan dengan evaluasi, yaitu sual, ibtala, hisab, dan fitnah.
Dilihat dari sisi subjeknya, ternyata yang menjadi subjek dalam keempat term tersebut adalah Allah. Sementara itu, hal yang berhubungan dengan evaluasi dengan subyek manusia, ia tidak menggunakan keempat term tersebut, tetapi menggunakan istilah lain yang secara tersirat merujuk kepada evaluasi diri.

A.    Ayat-Ayat Evaluasi Berdasarkan Term Su’al
óOèdqàÿÏ%ur ( Nåk¨XÎ) tbqä9qä«ó¡¨B ÇËÍÈ  
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena Sesungguhnya mereka akan ditanya...

Penjelasan:
Pada dua ayat sebelumnya Allah menggambarkan kondisi orang-orang kafir dihari pengadilan nanti. Pada saat itu mereka akan dikumpulkan bersama dengan teman sejaawatnya, kemudian akan ditunjukkan jalan menuju neraka. Setelah itu Allah akan mengajukan pertanyaan berkaitan dengan kondisi mereka yang tidak lagi melakukan tolong-menolong dengan sesama kawannya.
Dari sini terlihat bahwa relasi antara ayat ini dengan sebelum dan sesudahnya adalah bahwa walaupun mereka di akhirat kelak berada dalam satu komplek yang sama-biasanya di kehidupan dunia mereka senantiasa saling menolong antar sesamanya-maka pada saat itu mereka tidak lagi menghiraukan teman sejawatnya. Bahkan mereka akan sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dirinya.
Dengan demikian, evaluasi akhir yang akan diajukan Allah kepada manusia harus dijawab sendiri, karena memang pada saat itu tidak seseorang mungkin meminta bantuan kepada orang lain. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan dunia yang terkadang pada saat-saat yang sangat menentukan ini masih saja banyak orang yang memberikan bantuan untuk menjawab soal-soal yang diajukan, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas nilai yang dihasilkannya pun masih dipertanyakan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam sebuah riwayat disebutkan, “Pada akhir nanti, setiap manusia tidak akan beranjak kakinya sehingga ditanya dalam empat hal: tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya, dipergunakan untuk apa, tentang harta, dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia keluarkan tentang sejauhmana ia mengamalkannya” (Hr. Tirmidzi)

¢OèO £`è=t«ó¡çFs9 >ͳtBöqtƒ Ç`tã ÉOŠÏè¨Z9$# ÇÑÈ  
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Penggunaan kata tsumma menunjukan bahwa prosesi pertanyaan itu akan disampaikan setelah melalui tahapan-tahapan kehidupan. Dan hal itu akan terjadi di hari hisab, yang tentu akan menjadi penentu kebahagian dan kesengsaran seseorang.
Lafadz  £`è=t«ó¡çFs9 ini diawali dengan huruf lam at-taukid yang menunjukan bahwa pertanyaan tersebut benar-benar akan diajukan kepada setiap manusia.  `tã dalam kalimat ini bukan ‘an menunjukan sebagian, tetapi semakna dengan min, sehingga artinya adalah semua nikmat yang telah Allah berikan pada setiap individu.[2]

Penjelasan :
Ayat diatas merupakan bagian akhir dari surah at-Takatsur (yang berarti bermegah-megahan). Pada ayat pertama dari surah ini Allah menyebutkan salah satu sebab manusia lupa akan Tuhan dan kemanusiaanya. Penyebab tersebut adalah semangat bermegah-megahna, yang ketika berbuat demikian, orang baru akan sadar ketika kematian hendak menjemputnya. Kemudian pada ayat-ayat selanjutnya, Tuhan mengingatkan mereka yang bermegah-megahan, itu dengan satu kenyataan bahwa kematian itu bukan akhir dari kehidupan, tetapi merupakan awal dari kehidupan. Dan di akhir ayat Allah kembali menegaskan bahwa sikap bermegah-megahan itu haruslah dipertanggung jawabkan.
Dari sini terlihat bahwa secara tidak langsung surah at-Takatsur menyuruh setiap individu untuk mengevaluasi dirinya, apakan dengan hartanya ia sudah melupakan Tuhan atau denganya ia menjadi lebih bersyukur pada-Nya. Salah satu parameter untuk mengevaluasi sikap syukur tersebut adalah dengan mengajukan pertnyaan, apakah dalam pembelanjaan harta yang diterimanya itu telah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan Tuhan atu belum. Jika seseorang telah membelanjakan hartanya sesuai dengan aturan syariat, ia akan selamat ketika kelak diaudit oleh Allah di hari hisab.

Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ  
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Penjelasan:
Pada bagian awal dari ayat ini Allah melarang manusia agar tidak mengucapkan sesuatu yang tidak diketaui olehnya. Dalam hal ini, paling tidak terdapat tiga penafsiran yang telah disampaikan mufassir, yaitu:
1)      Larangan menjadi saksi, padahal ia tidak menyaksikannya secara langsung. Penafsiran semacam ini disampaikan ibnu abbas.
2)      Larangan mengaku pernah mendengar, pernha mendengar, melihat dan belum memahami. Penafsiran semacam ini disampaikan qatadah.
3)      Melarang berkata-kata tanpa pijakan ilmu, atau dengan kata lain melarang berkata-kata hanya bersandarkan pada prasangka.
Jika dikaitkan dengan evaluasi diri, dari ketiga penafsiran diatas, terlihat bahwa ketika seseorang mengaku telah melihat, telah mendengar dan telah memahami padahal ia belum melihat, belum pernah dengar dan belum memahami, maka secara langsung ketika terjadi evaluasi akhir, ia tidak akan mampu mempertanggung jawabkan perkataanya. Dari sini pula kita dapat mencermati bahwa kejujuran seorang murid akan mempermudah guru dalam mengevaluasi muridnya dan sekaligus akan memudahkan guru untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang dimiliki muridnya. Sehingga pada akhirnya ketika terjadi evaluasi akhir, si murid tersebut akan mampu menyelesaikannya dengan baik.
Disamping itu, ayat tersebut menunjukan pula bahwa dari sekian banyak perangkat yang dimiliki manusia, pendengaran, penglihatan dan hati merupakan perangkat utama dalam melakukan evaluasi diri, sehingga pada hari hisab nanti, ketiga perangkat itulah yang akan dievaluasi Tuhan. Oleh sebab itu, sebelum tiga perangkat itu dievaluasi, manusa harus segara melakukan evaluasi terhadap ketiganya, apakah ketiga perangkat tersebut sudah digunakan sesuai dengan tujuan dan fungsi perangkat tersebut atau belum?
Ÿw ã@t«ó¡ç $¬Hxå ã@yèøÿtƒ öNèdur šcqè=t«ó¡ç ÇËÌÈ  
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.

Ayat di atas merupakan penjelasan yang berkaitan dengan pertanyaan yang akan diajukan Tuhan pada mereka yang telah menyifatkan Allah denga sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya. Dengan demikian, pertanyaan tersebut bukan menuntuk jawaban ya atau tidak, atau menuntut jawaban yang bersifat deskriptif, tetapi justru pertanyaann tersebut menuntut pertanggungjawaban dari apa yang telah mereka ucapkan.
Dari ayat-ayat diatas paling tidak dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut:
1.      Allah akan mengevaluasi manusia di hari kiamat nanti berkaitan dengan segala kenimatan yang dia berikan kepada manusia. Evaluasi ini merupakan evaluasi akhir yang akan menjadi penentu kebahagiaan dan kesengsaraan abadi.
2.      Evaluasi yang dilaksanakan bersifat menyeluruh, mencakup segala perbuatan, perkataan dan hati.
3.      Tujuan evaluasi tersebut adalah untuk mengetahui seberapa jauh manusia dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang diberikan-Nya, sehingga akan diketahui mana yang layak masuk neraka. Namun demikian hal itu tidak menunjukan ketidaktahuan Allah terhadap semua apa yang telah diperbuat manusia. Hal itu dilakukan dengan alasan agar manusia tidak merasa didzalimi oleh keputusan Tuhan, sehingga dilaksanakanlah ujian akhir yang sangat menentukan itu. Kalau kita tarik dalam kontek evaluasi akhir dalam proses pendidikan, bisa jadi seorang guru sudah tahu betul kualitas seorang muridnya, tetapi agar si murid tidak merasa didzalimi, ujian akhir harus tetap dilaksanakan.
4.      Pada evaluasi akhir itu, Tuhan memberikan satu dispensasi kepada orang-orang tertentu dengan lulus tanpa mengikuti seleksi terlebih dahulu. Salah satu kelompok yang lulus tanpa mengikuti seleksi terlebih dahulu. Salah satu kelompok yang termasuk yang termasuk kategori ini adalah mereka yang mati dalam membela agama Allah (mati syahid), mereka langsung masuk sorga tanpa melalui jalur hisab (perhitungan).
5.      Karena hisab merupakan ujian akhir, konsekuensi logisnya dalam prosesi tersebut tidak dikenal istilah remedial. Oleh sebab itu, bagi mereka yang mendapatkan nilai jelek dan layak masuk neraka, walaupun mereka memohon dengan berbagai bujuk rayu, Tuhan tetap tidak akan memberikan remedial. Kalau kenyataan ini kita kaitkan dengan evaluasi pendidikan, maka dalam evaluasi akhir itu seharusnya tidak diknal istilah remedial, karena ia merupakan batas akhir untuk menilai kemampuan seseorang. Remedial hanya bisa dilaksanakan sebelum prosesi evaluasi akhir.
6.      Ayat-ayat yang menggunakan redaksi sualun jika dilihat dari objek evaluasi ternyata mengarah kepada evaluasi yang akan dilakukan terhadap orang-orang yang tidak beriman. Oleh sebab itu, kemunculan redaksi sualun lebih bertujuan menyadarkan orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan dengan penegasan bahwa hari penghisaban itu betul-betul akan terjadi.

B.     Ayat-Ayat Evaluasi Berdasakan Term Ibtala Dan Fitnah
* žcâqn=ö7çFs9 þÎû öNà6Ï9ºuqøBr& öNà6Å¡àÿRr&ur  ÆãèyJó¡tFs9ur z`ÏB z`ƒÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNà6Î=ö6s% z`ÏBur šúïÏ%©!$# (#þqä.uŽõ°r& ]Œr& #ZŽÏWx. 4 bÎ)ur (#rçŽÉ9óÁs? (#qà)­Gs?ur ¨bÎ*sù šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏQ÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÑÏÈ  
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang patut diutamakan.

Lapadz žcâqn=ö7çFs9, semakna dengan imtahanah yang mengandung arti mengujinya.

Penjelasan:
Sebagaimana dikemukakan Al-Maraghi, tujuan dari ayat diatas adalah agar umat islam mau membentengi dirinya dengan kesabaran, yang diekspresikan dengan tidak banyak mengeluh. Sehingga, ketika suatu musibah menimpa dirinya, seperti musibah perang uhud yang dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya, hal itu tidak akan dirasa berat. Adapun bentuk cobaan berkaitan dengan harta itu adalah kewajiban mengeluarkan harta benda untuk jalan kebaikan yang akan menjadi salah satu faktor terangkatnya derajat umat islam. Sementara cobaan jiwa ialah dengan kewajiban berjihad di jalan Allah. Disamping itu, Allah menjelaskan bahwa terdapat ujian lain dalam bentuk tuduhan-tuduhan yang akan senantiasa dilontarkan orang kafir. Kemudian pada bagian akhir ayat, alla menegaskan bahwa ujian yang terlihat begitu sulit hanya akan bisa dilalui dengan sikap sabar dan takwa.
* ÏŒÎ)ur #n?tFö/$# zO¿Ïdºtö/Î) ¼çmš/u ;M»uKÎ=s3Î/ £`ßg£Js?r'sù ( tA$s% ÎoTÎ) y7è=Ïæ%y` Ĩ$¨Y=Ï9 $YB$tBÎ) ( tA$s% `ÏBur ÓÉL­ƒÍhèŒ ( tA$s% Ÿw ãA$uZtƒ Ïôgtã tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÊËÍÈ  
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[3] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku"[4]. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

Dalam menafsirkan ujian yang dimaksud, para mufassir berbeda pendapat ada yang mengatakan bahwa ujian tersebut diantaranya membangun ka’bah, membersihkan ka’bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya, menghadapi Raja Namrud.
Sementara menurut Abu Zakaria, yang dimaksud ujian di situ adalah berupa anjuran melaksanakan sepuluh perbuatan sunnah, yang kesemuanya dilaksanakan secara sempurna, sehingga ia dijadikan sebagai imam bagi seluruh manusia. Kesepuluh hal tersebut adalah:
a.       Berkumur-kumur
b.      Memotong jenggot
c.       Bersiwak
d.      Merapikan rambut
e.       Memasukan air ke dalam hidung
f.       Memotong kuku
g.      Berkhitan
h.      Mencabut bulu ketiak
i.        Mencukur bulu kemaluan
j.        Istinja[5]
Dari redaksi ayat tersebut terlihat bahwa salah satu syarat seseorang menjadi imam manusia adalah keberhasilannya dalam menempuh ujian Tuhan, sebagaimana halnya ibrahim yang baru diangkat menjadi imam manusia ketika ia telah mampu menyelesaikan seluruh ujian Tuhan.
öNä3¯Ruqè=ö7uZs9ur 4Ó®Lym zOn=÷ètR tûïÏÎg»yfßJø9$# óOä3ZÏB tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur (#uqè=ö7tRur ö/ä.u$t6÷zr& ÇÌÊÈ  
Dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.

Menurut Wahbah Zuhaili, ujian yang dimaksud berupa perintah dan larangan, diantaranya berjihad dijalan Allah sehingga Dia akan mengetahui dengan benar apa ia taa menjalankan perintah Allah atau justru maksiat[6]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ayat di atas merupakan penjelasan yang berkaitan dengan tujuan evaluasi. Dalam hal ini, salah satu tujuan yang hendak dicapai dari evaluasi itu adalah untuk mengetahui dan membedakan orang yang mempunyai semangat jihad dan bersabar, dengan mereka yang bersikap tergesa-gesa yang dengannya ia menjadi terjebak dengan kehidupan duniawi. Dengan terlihatnya dua kelompok ini, maka akan diketahui pula kebaikan dan keburukannya.
@ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqyJø9$# 3 Nä.qè=ö7tRur Îhޤ³9$$Î/ ÎŽösƒø:$#ur ZpuZ÷FÏù ( $uZøŠs9Î)ur tbqãèy_öè? ÇÌÎÈ  
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.
Ayat diatas diawali yang menunjukan sunnatullah yang akan mengenai setiap manusia akan mengalami kematian yang dianggap sebagai ujian terberat bagi manusia. Disamping itu, Allah akan menguji manusia dengan kebaikan dan kepahitan. Hal ini menunjukan bahwa ujian atau evaluasi dari Tuhan tidak saja dengan hal-hal yang terasa pahit, tetapi juga dengan kesenangan hidup.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat beberapa variasi evaluasi yang dilakukan Tuhan terhadap manusia. Secara tidak langsung, kenyataan ini menuntut seorang pendidik agar dalam melakukan evaluasi tidak terpaku hanya pada satu cara, yang nantinya akan sulit menentukan kualitas murid-muridnya.
Sementara itu, pada bagian akhir ayat dijelaskan bahwa setiap manusia itu akan kembali kepada Tuhannya. Pernyataan ini menunjukan bahwa seberat apapun ujian yang diberikan Tuhan padanya, naun jika semua itu dihadapi dengan kesabaran, seraya menggantungkan harapan kepada Allah, maka ia akan berhasil menghadapinya dan ketika ia kembali kepada Tuhannya, ia pun akan  mudah dalam menjawab evaluasi akhir yang akan diajukan padanya.
 Ï%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4quptø:$#ur öNä.uqè=ö7uÏ9 ö/ä3ƒr& ß`|¡ômr& WxuKtã 4 uqèdur âƒÍyèø9$# âqàÿtóø9$# ÇËÈ  
yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

Penjelasan :
Bahwa pada bagian awal ayat ini Allah menjelaskan bahwa kematian dan kehidupan itu bukan ditentukan manusia, tetapi dialah yang telah menetapkanny. Dalam hal ini, terkadang manusia lupa sehingga menganggap kehidupan sebagai hal positif dan kematian sebagai hal negatif. Padahal keduanya itu tidak bisa dikatakan negatif atau positif karena yang menjadikannya adalah manusia. Oleh sebab itu pada redaksi selanjutnya Allah menjelaskan bahwa kematian dan kehidupan itu hanyalah ujian untuk mengetahui orang yang paling ihlas dalam beribadah kepada-Nya. Dari sini terlihat bahwa tujaun evaluasi itu adalah untuk mengetahui siapa yang lebih taat dan lebih baik amal perbuatannya.
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ   tûïÏ%©!$# !#sŒÎ) Nßg÷Fu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁB (#þqä9$s% $¯RÎ) ¬! !$¯RÎ)ur Ïmøs9Î) tbqãèÅ_ºu ÇÊÎÏÈ  
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[7].

Ayat diatas bersentuhan dengan unsur-unsur pembentuk manusia, yakni sisi-sisi batin. Dalam hal ini, batin sering merasa takut, kelaparan takut kekurangan harta, takut mati, atau yang lainnya. Dilihat dari persperktif munasabah, pada ayat sebelumnya 153-154 Allah menjelaskan tentang pentingnya sabar dan shalat sebagai penolong. Oleh sebab itu, agar manusa dapar mampu dan berhasil melewati ujian semacam itu, ia harus memperkokoh dirinya dengan shalat dan kesabaran.
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 šú÷üt/ Ïm÷ƒytƒ z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( Ÿwur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãŠsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tFøƒrB ÇÍÑÈ  
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[8] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[9], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

Penjelasan:
Pada bagian awal dari ayat ini Allah menjelaskan tujuan kehadiran al-quran, yakni untuk membenarkan apa yang ada dalam kitab-kitab terdahulu. Dalam hal ini, kata membenarkan mengandung arti bahwa di satu sisi, karena kitab terdahulu itu bersumber dari Allah, maka didalamnya masih banyak hal-hal yang sesuai, namun tidak menutup kemungkinan juga terdapat penyimpangan-penyimpangan yang telah ditentukan manusia tehadapnya, sehingga ia memerlukan kitab yang meluruskannya. Kedua, penurunan Alquran itu bertujuan sebagai penyempurna ajaran kitab terdahulu. Dalam hal ini, syariat yang Allah turunkan pada umat terdahulu dianggap masih kurang, karena memang ia bersifat lokal, sehingga kalau Tuhan tidak akan mengutus lagi rasul, konsekuensi loginya Dia harus menurunkan sebuah kita yang akan menjadi petunjuk sempurna bagi seluruh umat manusia.[10]
Disamping itu, Allah memerintah mereka untuk menghukumi apa yang mereka perselisihkan itu dengan substansi ajaran dari semua kitab suci yang pernah diturunkan-Nya dan dia melarang manusia mengikuti keegoisannya.
Pernyataan “walau sya Allahu laja’alakum ummatan wahidah” merupakan penjelasan sebab-sebab berbeda-bedanya syariat. Dalam hal ini, dala kalimat tersebut Allah meletakkan illat usy-syarti pada tempat syarat untuk menjelaskan kehadiran makna balasan, yakni kalimat “walakil-liyabluwakum” yang bermakna untuk menguji kamu sekalian dari nikmat-nikmat yang kamu telah berikan kepada kamu sekalian.[11]
Sementara menurut Al-Maraghi, pernyataan tersebut mengandung arti bahwa jika Allah menghendaki menciptakan umat manusia dengan watak yang sama, ahlak yang sama dan taraf kehidupan yang sama, sehingga manusia yang berada di seluruh muka bumi sejak adanya gingga akhir zaman akan bisa diatur sama halnya dengan jenis-jenis mahluk lain yang wataknya tetap berada pada satu tahap tertentu. Akan tetapi, karena Tuhan telah memuliakan manusia, tentu ia tidak akan memosisikannya seperti mahluk lain, yang konsekuensi logisnya tidaklah tepat kiranya jika hanya terdapat satu syarat saja yang berlaku untuk semua tempat dan zaman.
Berkaitan dengan hal tersebut, Al-Maraghi menganalogikan periodisasi manusia itu dengan perkembangan manusia, yakni masyarakat yang tumbuh berkembang pada awal-awal kehidupan manusia disamakan dengan periode anak-anak, sehingga syariat-syariatnya lebih berkaitan dengan hal-hal yang bersifat material. Kemudian pada periode kedua yang disejajarkan dengan masa akil baligh, maka syariat itu banyak berkaitan dengan perasaan dan naluri kejiwaan. Dan ketika manusia telah mencapai puncak kedewasaanya, maka Allah mengakhiri syariat-nya dengan agam islam.
Pada bagian akhir ayat, Allah menyeru sekalian manusia untuk berlomba-lomba pada kebaikan dengan menggunakan kata al-khairat, sehingga mengimplikasikan makna bahwa kebaikaan bukan dalam ukuran manusia, tetapi apa yang dianjurkan oleh Allah walaupun secara dzahir tampak tidak baik. Dari pengertian ini dapat dicermati bahwa orang-orang yahudi yang telah terjangkiti penyakit baghyu pada Muhammad akan melihat bahwa diutusnya Muhammad bukanlah merupakan kebaikan, yang oleh karenanya Allah menyeru mereka agar berlomba mengikuti yang khair dengan mengakui kerasulan Muhammad dan menjalankan amal ibadah berdasarkan apa yang dicontohkannya sekaligus meninggalkan dorongan hawa nafsunya.
Dari penggunaan lafadz ibtala terlihat beberapa pokok permasalahan, diantaranya:
a.       Allah akan mengevaluasi manusia dalam bentuk proses
b.      Evaluasi yang dimaksud dapat berupa ujian psikis atau fisik
c.       Evaluasi bertujuan untuk memberi motivasi bagi manusia agar senantias berbuat kebajikan.
d.      Evaluasi memberikan gambaran tentang kedewasaan seseorang.
e.       Evaluasi seharusnya dilakukan terlebih dahulu oleh diri sendiri.
f.       Evaluasi yang diberikan Allah itu tidak dikhususkan kepada kelompok tertentu, tetapi diarahkan pada setiap manusia.
g.      Evaluasi tersebut terjadi di kehidupan dunia yang salah satu tujuannya untuk mengelompokkan manusia. Sebab, dengan adanya ibtala dan fitnah dari persepektif keyakinan akan terlihat adanya beberapa kelompok manusia.


C.    Ayat-Ayat Evaluasi Berdasarkan Term Hisab
Dari sekian banyak kata-kata hisab dalam Alquran, terdapat beberapa ayat yang berkaitan dengan evaluasi Tuhan yaitu:
y7Í´¯»s9'ré& óOßgs9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB (#qç7|¡x. 4 ª!$#ur ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇËÉËÈ  
mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

Ayat diatas merupakan bagian akhir dari pembicaraan orang-orang yang melaksanakan haji dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Tuhan. Oleh sebab itu, kata ulaika, dirujukan kepada mereka yang akan mendapatkan ganjaran dari pekerjaannya, termasuk pekerjaan haji yang sesuai dengan peraturan Tuhan. Kemudian diakhir ayat disebutkan bahwa hisab Allah sangat cepat.
¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$#  cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ  
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[12] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Pada bagian awal ayat diatas, Allah menegaskan bahwa agama yang diridhainya pasca diutusnya Muhammad hanyalah islam. Lebih lanjut Allah menjelaskan bahwa perselisihan yang terjadi dalam komunita ahli kitab itu ternyata setelah datang penjelasan. Hal ini menunjukan bahwa penjelasan yang datang itu dianggap tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya, sehingga dalam hatinya muncul rasa dengki yang pada akhirnya menjadikannya menolak pada yang dibawa Muhammad.
¨bÎ)ur ô`ÏB È@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# `yJs9 ß`ÏB÷sム«!$$Î/ !$tBur tAÌRé& öNä3ös9Î) !$tBur tAÌRé& öNÍköŽs9Î) tûüÏèϱ»yz ¬! Ÿw tbrçŽtIô±o ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# $YYyJrO ¸xŠÎ=s% 3 šÍ´¯»s9'ré& öNßgs9 öNèdãô_r& yYÏã óOÎgÎn/u 3 žcÎ) ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Åsø9$# ÇÊÒÒÈ    
Dan Sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah Amat cepat perhitungan-Nya.

Penjelasan:
Pada ayat di atas Allah menjelaskan bahwa di antara komunitas ahli kitab itu terdapat ahli kitab itu terdapat orang yang beriman kepada Alquran seraya tunduk kepada Allah. Sehingga mereka tidak memperjual belikan ayat Allah dengan harga murah. Kemudian ia menunjukan bahwa setiap manusia, termasuk didalamnya mereka yang telah menganut suatu keyakinan tertentu, ia masih memiliki potensi untuk berubah, yang oleh karenanya ia masih mungkin menerima kebenaran Alquran. Kenyataan tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, maka sekeras apapun sikap anak didik, ia memiliki potensi untuk berubah, sehingga pendidikan merupakan satu hal yang niscaya untuk dilakukan secara kontinyu.

D.    Evaluasi oleh Manusia
Disamping ayat-ayat yang menggunakan istilah-istilah diatas, terdapat pula ayat-ayat yang secara tersirat menunjukan evaluasi, termasuk didalamnya evaluasi yang dilakukan manusia, antara lain:
ó=ydøŒ$# 4n<Î) tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ) 4ÓxösÛ ÇËÍÈ   tA$s% Éb>u ÷yuŽõ°$# Í< Íô|¹ ÇËÎÈ   ÷ŽÅc£our þÍ< ̍øBr& ÇËÏÈ   ö@è=ôm$#ur Zoyø)ãã `ÏiB ÎT$|¡Ïj9 ÇËÐÈ   (#qßgs)øÿtƒ Í<öqs% ÇËÑÈ   @yèô_$#ur Ík< #\ƒÎur ô`ÏiB Í?÷dr& ÇËÒÈ   tbr㍻yd ÓŁr& ÇÌÉÈ   ÷Šßô©$# ÿ¾ÏmÎ/ Íør& ÇÌÊÈ   çmø.ÎŽõ°r&ur þÎû ̍øBr& ÇÌËÈ   ös1 y7ysÎm7|¡èS #ZŽÏVx. ÇÌÌÈ   x8tä.õtRur #·ŽÏWx. ÇÌÍÈ   y7¨RÎ) |MZä. $uZÎ/ #ZŽÅÁt/ ÇÌÎÈ  
Pergilah kepada Fir'aun; Sesungguhnya ia telah melampaui batas". Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku[915], Dan mudahkanlah untukku urusanku, Dan lepaskanlah kekakuan dari Lidahku. supaya mereka mengerti perkataanku, Dan Jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, Teguhkanlah dengan Dia kekuatanku, Dan jadikankanlah Dia sekutu dalam urusanku, Supaya Kami banyak bertasbih kepada Engkau, Dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha melihat (keadaan) kami".

Penjelasan:
Pada saat musa pergi dari mesi karena takut terhadap hukuman yang akan ditimpakan Fir’aun, hingga ia akhirnya bertemu dengan anak Syuaib dan tinggal bersamanya selama sepuluh thun, sehingga dalam hatinya kembali muncul dan rasa rindu kembali ke mesir. Setelah memikirkannya secara matang, akhirnya ia memutuskan untuk kembali dengan membawa istrinya. Di tengah perjalanan pada saat mencari api, disitulah musa diangkat menjadi rasul dan disuruh pergi kepada Fir’aun guna mengingatkan kezalimannya. Nah, pada saat mendapat perintah itu dia tidak segera menyanggupinya. Ia terlebih dahulu mengevaluasi kejadian-kejadian yang pernah dilaluinya. Setelah itu barulah musa menyatakan beberapa pernyataan yang termaktub pada ayat 24-35 yang intinya:
a.       Musa memohon agar Allah melapangkan dadanya. Hal ini dapat dimengerti bahwa musa adalah sebagai manusia.
b.      Musa meminta agar menjadikan Harun sebagai wazir, hal ini berdasar evaluasi Musa bahwa perjuangan melawan tiran tidak hanya cukup dengan presure. Tapi perlu juga dengan diplomasi. Karakter diplomat ini tidak dimilikinya, ia dimiliki saudaranya, Harun. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa menurut hasil evaluasi Musa, perjuangan membebaskan kaum bani Israil itu hanya akan berhasil ketika terdapat dua unsur yang saling menopang secara sinergis, yakni unsur represif dan unsur diplomatis.
c.       Menurut pengamatan Musa, dengan bersatu padunya antara dua kekuatan, maka akan lebih efektif untuk mensucikan Allah dan mengingat-Nya.
Dari pemaparan di atas terlihat bahwa sebelum melakukan perjuangan membebaskan Bani Israil, terlebih dahulu ia melakukan evaluasi.  Ia tidak serta merta merespon perintah Tuhan untuk mengingatkan Fir’aun, terlebih dahulu melakukan swat analisis. Ia mencoba melihat kekuatan dan kekurangan pada dirinya sehingga ia mampu melihat peluang dan tantangan yang dihadapinya. Dengan begitu ia mampu meminimalisir tantangan dan membuka peluang selebar-lebarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa evaluasi itu dilakukan pertama kali diawal kegiatan. Jika hal ini dikaitkan dengan pendidikan, maka akan memberi kesan bahwa harus ada evaluasi awal, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai pijakan untuk menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh, sehingga diharapkan dapat mempermudah proses kegiatan belajar mengajar.
ôs)s9 ãNà2uŽ|ÇtR ª!$# Îû z`ÏÛ#uqtB ;ouŽÏWŸ2   tPöqtƒur Aû÷üuZãm   øŒÎ) öNà6÷Gt6yfôãr& öNà6è?uŽøYx. öNn=sù Ç`øóè? öNà6Ztã $\«øx© ôMs%$|Êur ãNà6øn=tæ ÙßöF{$# $yJÎ/ ôMt6ãmu §NèO NçGøŠ©9ur šúï̍Î/ôB ÇËÎÈ  
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai Para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, Yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang Luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.
Sebagaimana yang diriwayatkan Baihaqi, bahwa ketika terjadi perang Hunain, salah seorang du antara kaum muslimin berkata “pada hari ini kita tidak akan dikalahkan karena jumlah pasukan yang sedikit”. Dan pada hari itu, balatentara kaum muslimin berjumlah 12000 personil. Sebagai respon terhadap pernyataan tersebut, maka Allah menurunkan ayat ini.[13]            Secara tersirat, ayat di atas merupakan peringatan Allah kepada kaum muslimin agar mengevaluasi terhadap jumlah komunitasnya. Sebab, jika jumlah yang besar tanpa dievaluasi terlebih dahulu, malah akan menjadikan orang berbangga dengan jumlah tanpa memperhatikan kualitas. Kenyataan ini bisa dicermati dari latar historis turunnya ayat ini. menurut catatan sejarah, ayat ini turun setelah peristiwa futuh mekah yang pada saat itu masyarakat Makkah berbondong-bondong menyatakan masuk islam. Kemudia setelah itu berangkatlah pasukan kaum muslimin menuju hunnain. Pasukan yang pada awalnya sedikititu semakin bertambah banyak, lebih dari dua kali lipat jumlah pasukan sebelumnya. Padahal jumlah tersebut terlebih dahulu tidak dievaluasi; apakah mereka benar-benar ingin berjihad di jalan Allah atau ada unsur-unsur lainnya. Akibatnya, walaupun jumlah pasukan kaum muslimin banyak, ternyata pada awal pertempuran mereka mengalami kekalahan.
            Jika gambaran diatas ditarik pada masalah pendidikan, maka dapat memberi kesan bahwa jumlah siswa yang banyak belum tentu mencerminkan kualitas sekolah itu. Sebab, kualitas sekolah itu dapat dikatakan baik, salah satu faktor yang menentukannya adalah sistem evaluasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kuantitas semakin banyak, kemungkinan besar sangat sulit lagi utnuk mengukur/ mengevaluasi kualitas yang dimilikinya.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ            
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat atas diawali dengan seruan terhadap umat beriman, sehingga dapat dikatakan bahwa ayat tersebut merupakan peringatan terhadap komunitas kaum beriman pada satu karakter yang harus dimilikinya. Biasanya, ketika satu ayat diawali dengan seruan terhadap orang beriman, maka akan terdapat beberapa perintah atau larangan, dalam kontek ayat ini, perintah yang pertama dikemukakan adalah perintah untuk bertakwa kepada Allah. Bahkan perintah takwa ini dalam ayat tersebut sampai diulangi. Dalam hal ini, bertakwa kepada Allah pada redaksi pertama dikaitkan dengan suatu sikap yang harus dimiliki manusia beriman agar senantiasa melakukan evaluasi terhadap perbuatannya yang telah lalu, yang akan menjadi dasar dalam melakukan perbuatan selanjutnya. Sementara perintah taqwa yang kedua dikaitkan dengan satu kenyataan bahwa Allah senantiasa Maha Mengetahui apa yang dikerjakan manusia.
            Berkaitan dengan evaluasi terhadap apa yang dikerjakan terdapat beberaoa waktu evaluasi: pertama, evaluasi harian yang bisa dilakukan pada selesai shalat atau lainnya.
Kedua, evaluasi mingguan. Evaluasi ini dilaksanakan pada setiap jumat. Ketiga, evaluasi tahunan. Evaluasi ini dilakukan pada bulan ramadhan.


[1] Wayan Nurkancana, Evaluasi Pendidikan (surabaya: Usaha Nasional, 1996), hlm.2
[2] Fayruz Zabidi, Tanwir al-Miqbas (Beirut: Dar al-Fikr, 1991) hlm. 758
[3] Ujian terhadap Nabi Ibrahim a.s. diantaranya: membangun Ka'bah, membersihkan ka'bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi raja Namrudz dan lain-lain.
[4] Allah telah mengabulkan doa Nabi Ibrahim a.s., karena banyak di antara Rasul-rasul itu adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s.
[5] Abu Zakaria, ma’ani al-Quran (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), hlm. 76
[6] Wahbah Zuhaili, Tafisr Al-Munir, Vol. XII (Beirut: Dar-al-Fikr. 2003) hlm 123
[7] Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
[8] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[9] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.
[10] Muhammad Thabathaba’i, Tafsir Al-Mizan , vol V (Beirut: Muassasat al-Alami li al-Mathbua’at. 1991) hlm.356
[11] Ash-shabuni, Shafwah At-Tafsir, vol. I (Beirut: Dar al-Fikr. 1996) hlm.226
[12] Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.
[13] Wahbah, op.cit vol. V hlm. 505

0 komentar: