·
قال
النبي: إن عظم الجزاء مع عظم البلاء، وإن الله تعالى إذا احب قوما ابتلاهم فمن رضي
فله الرضا ومن سخط فله السخط. (الترميذي)
Nabi bersabda:
“Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian. Dan
sesungguhnya apabila Allah ta’ala mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji
mereka, barangsiapa yang ridha maka Allah akan meridhainya, dan barangsiapa
yang murka, maka Allah akan memurkainya.
(H.R Atturmuddzy)[1]
من
صام شهر رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه » . رواه
البخاري في الصحيح
Secara tersurat, hadis tersebut menggambarkan betapa mulia dan
agungnya bulan ramadhan jika dibanding dengan bulan-bulan lainnya. Paling
tidak, dalam hadis tersebut terdapat tiga kata kunci
yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu imanan, ihtisaban, dan ghufiro.
Ditinjau dari perspektif bahasa, kata imanan menempati jabatan
sebagai maful li ajlih, yang menunjukan pada satu keadaan, lebih jauh;
ia menunjukan pada basis yang mendasari orang dalam melaksanakan puasa. Kata
ihtisaban menunjukan pada prosesi yang harus dilakukan orang selama berpuasa.
Kata ghufiro merupakan kata yang menunjukan pada konsekuensi logis dari dua
keadaan sebelumnya.
Oleh sebab itu hal pertama yang harus diperhatikan orang yang
berpuasa adalah basis atau niat melaksanakan puasa tersebut. Apakah ia
melaksanakannya hanya sekedar memenuhi/menggugurkan kewajiban saja atau bahkan
karena tuntutan masyarakat yang mendorongnya menjadi malu jika tidak berpuasa.
Dalam hal kedua, selama melaksanakan puasa, ia dituntut senantiasa
mempertinggi kuantitas dan kualitas ibada mereka kepada Tuhan. Yang akan
menjadikan terbukanya pintu hati dengan terlebih dahulu melakukan evaluasi
diri. Jika prosesi puasa yang dilakukannya seperti itu, maka konsekuensi
logisnya ia akan diampuni dari dosa-dosa masa lalunya.
Kalau demikian adanya, pada hakikatnya puasa yang kita jalani
selam satu bulan lamanya bukan bertujuan menghapuskan dosa. Ia lebih berfungsi
sebagai penyuci jiwa yang selama sebelas bulan lamanya sudah terkontaminasi
berbagai macam virus. Oleh karena itu Allah menyatakan bahwa tujuan berpuasa
itu bukan sebagai penebus dosa, tetapi “la’allakum tattaqun”, agar kamu
sekalian bertaqwa.
Kalau demikian adanya, maka selama bulan ini manusia dituntut
untuk mempertinggi kuantitas dan kualitas ibadahnya kepada Tuhan, sehingga akan
mengantarkan dirinya menjadi manusia bertaqwa.
Secara tersirat, ayat 184 menuntut orang yang berpuasa agar
senantiasa melakukan pengkajian terhadap Alquran dan terhadap dirinya sendiri
yang akan menjadikannya tersadar kembali bahwa ia hanyalah seorang hamba yang
fakir di hadapan-Nya. Ia menyadari kalau dirinya itu hanyalah sebatang ilalang
di tengah bentangan alam sang pencipta. Kesadaran ini akan menjadikan dirinya
terus menerus mencoba mendekatkan diri pada Allah dengan berdoa. Dalam hal ini,
berdoa merupakan indikator ketawadhuana manusia pada Tuhan, yang menunjukan
bahwa dirinya menyadari betul kalau ia hanyalah manusia fakir yang tidak
memiliki apa-apa dihadapan-Nya.
Lebih lanjut, pada akhir Ramadhan Rasulullah menganjurkan umatnya
agar melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir. Bahkan pada sepuluh hari
terakhir inilah beliau senantiasa melakukan muhadharah dengan jibril guna
mengevaluasi hapalan Alquran beliau.[2]
Dalam
menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat atau kadar penguasaan
sahabat terhadap materi pelajaran, Nabi saw juga mengevaluasi
sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi sahabat-sahabat, Rasulullah mengetahui
kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan
tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rasulullah saw sering
mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh para sahabat membacakan
ayat-ayat Alqur’an dihadapannya dengan membetulkan hafalan dan bacaan mereka
yang keliru. Evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara bertanya tentang suatu
masalah hukum secara langsung kepada Rasulullah, lalu Rasulullah menjawabnya.
Sebagaimana terdapat dalam riwayat berikut ini.
حدثنا قتيبة, جدثنا اسماعيل بن جعفر, عن عبدالله بن دينار, عن ابى عمر قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, "ان من شجر شجرة لا يسقط ورقها, وإنها مثل المسلم, فحدثونى ماهى؟ فوقع الناس فى شجرة اليوادى, قال, عبدالله, ووقع فى نفسى أنها النخلة, فاستحييت. ثم قالوا, " حدثنا ماهي يارسول الله." قال," هي النخلة." (رواه البخارى(
Artinya :
Menceritakan
kepada kami Qutaibat, menceritakan kepada kami Ismail ibn Ja’far, dari Abdullah
Ibn Dinar, dari Ibn Umar, ia berkata, Rasulullah SAW Bersabda, “ Sesungguhnya
diantara pepohonan ada satu pohon yang daunnya tidak jatuh ke tanah (secara
berguguran). Pohon itu bagaikan seorang muslim. Jelaskanlah kepadaku pohon apa
itu? “ orang-orang mengatakan pohon itu terdapat di pedalaman. ‘Abdullah
Berkata, “ dalam benakku terbetik pikiran bahwa yang dimaksud adalah pohon
kurma. Akan tetapi aku malu menjawabnya. “ Orang-orang barkata “ beritahukanlah
kepada kami, pohon apakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab Pohon kurma.” (HR. Bukhari).
Disamping
menguji pemahaman sahabat, tentang ajaran agama, Rasulullah juga di evaluasi
oleh Allah melalui malaikat Jibril. Sebagaimana kisah kedatangan malaikat
jibril kepada nabi Muhammad saw. Ketika beliau sedang mengejar sahabat di suatu
majlis. Malaikat Jibril menguji dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut
pengetahuan beliau tentang iman, islam dan ihsan.
حدثنا اسماعيل بن ابراهيم اخبرنا ابوا خيان التيمي عن ابي زرعة عن ابي هريرة قال, " كان النبي صلى الله عليه وسلم يوم بارز اللناس فاتاه رجل فقال, ماالايمان ؟ قال, الايمان ان تؤمن بالله وملائكته وبلقائه ورسوله وتؤمن بالبعث. " قال, " مالاسلام؟ قال, ان تعبد الله ولاتشرك به, وتقيم الصلاة, وتؤدى الوكاة المفروضة, وتصوم رمضان. قال," مالاحسان؟ " قال, ان تعبد الله كانك تراه فإلم تكن تراه فإنه يركز قال: من الساعة؟ قال: " مالمسئول عنها اعلم من السائل, وسأخبرك عن اشراطها: اذا ولدت الامة ربها , واذا تطاول رعاة الابل البهم فى البنيات , فى خمس لا يعلمهن الاالله, ثم تلالاالنبى صلي الله عليه وسلم: " ان الله عنده علم الساعة ...... : لقمان : 34) الاية, ثم ادبر, فقال ردوه, فلم يرو شيئا فقال, " هذا جبريل جاء يعلم الناس دينهم." (رواه البخارى(
Artinya :
Menceritakan
kepada kami Ismail Ibn Ibrahim, memberikan kepada kami Ibn Hayyan Al Tamimi dari
Abi Zar’at dari Abi Hurairat, ia berkata “ pada suatu hari ketika nabi duduk
bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang bertanya, “apakah iman
itu? Jawab nabi, “iman adalah percaya kepada Allah, percaya kepada malaikatnya,
dan pertemanan denganNya, para rasulNya, dan percaya kepada hari berbangkit
dari kubur. Lalu laki-laki itu bertanya kembali, apakah islam itu? Jawab Nabi SAW,
“ islam adalah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu
apapun, mendirikan sholat, menunaikan zakat yang difardukan dan berpuasa di
bulan ramadhan. Lalu laki-laki itu bertanya lagi, apa ihsan itu? Nabi SAW
menjawab “ ihsan adalah menyembah Allah seolah-olah engkau menyembah-Nya,jika
engkau tidak melihatNya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu. Lalu laki-laki itu
bertanya lagi “ apakah hari kiamat itu? Nabi SAW menjawab “ Orang yang ditanya
tidak lebih mengetahui dari pada orang yang bertanya, tetapi saya beritahukan
kepadamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tiba hari kiamat, yaitu jika budak
sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika pengembala onta dan ternak lainnya
berlomba-lomba membangun gedung. Dan termasuk dalam lima macam yang tidak
mengetahuinya kecuali Allah, yaitu tersebut dalam ayat : “ sesungguhnya Allah
ahnya pada sisinya sajalah yang mengetahui hari kiamat, dan dia pula yang
menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim ibu, dan tidak
seorangpun yang mengetahui dimanakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui sedalam-dalamnya.” Kemudian pergilah orang itu. Lalu nabi menyuruh
sahabat, “ antarkanlah orang itu. Akan tetapi sahabat tidak melihat bekas orang
itu. Maka nabi SAW bersabda, itu adalah malaikat Jibril AS yang datang
mengajarkan bagimu.” (HR. Bukhari).
Rasulullah
SAW, juga menguji kemampuan saat pada waktu akan berangkat perang sebagaimana
riwayat berikut.
حدثنا محمد بن عبد الله بن نمير, حدثنا أبى, جدثنا عبد الله, عن نافع, عن ابى عمرقال, عرضنى رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أحد فى القتال, وأنا ابن أربع عشرة, فام يجوني. وعرضني يوم الخندق, وانا بن خمس عشرة سنة, فأجزانى.) رواه البخاري)
Artinya :
Menceritakan
kepada Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair, menceritakan kepada kami ayahku,
menceritakan kepada kami ‘Abdullah, dari Nafi’, dari ibn Imar berkata, “
Rasulullah SAW menguji kemampuanku berperang pada hari perang uhud, ketika aku
berusia empat belas tahun, lalu beliau tidak mengizinkanku, dan beliau
mengujiku kembali pada hari perang khandaq ketika aku berusia lima belas tahun,
lalu beliau mengizinkanku. (HR. Muslim).
0 komentar:
Posting Komentar